Minggu, 26 Oktober 2008

Bovine Viral Diarrhea and Mucosal Disease

BVD-MD dikenal sebagai penyebab diare sejak tahun 1940. Penyakit ini disebabkan oleh simple virus yang menyebabkan diare. BVD pertama kali ditemukan sebagai penyebab aborsi pada ternak di UK pada tahun 1980 (Arthur, 2001).
Virus BVD/MD adalah virus yang menginfeksi sapi maupun biri-biri. Virus ini merupakan RNA virus kecil beramplop yang diklasifikasikan sebagai Pestiviruses bersama dengan Border Disease Virus, yang juga menginfeksi biri-biri, serta Classical Swine Fever Ada dua spesies berbeda dari virus BVD/MD yang telah ditemukan; BVD-1 dan BVD-2. BVD-1 terdistribusi di seluruh dunia dan memiliki subspesies yang beragam. BVD-2 telah dilaporkan ditemukan di Eropa, walaupun sangat jarang ditemukan di luar Amerika Utara. Virus, yang menginfeksi babi. Penyakit yang disebabkan oleh BVD-1 cenderung tidak parah, sedangkan infeksi BVD-2 biasanya menyebabkan outbreaks penyakit yang lebih parah menyebabkan diare haemorrhagic akut serta kematian.
Di Inggris, subspesies BVD-1mendominasi. Ini, seperti halnya strain lain dari BVD, memiliki 2 biotipe; non-cytopathogenic dan cytopathogenic. Biotipe non-cytopathogenic adalah yang biasa ditemukan dalam suatu populasi sapi dan yang menyebabkan terjadinya peningkatan, dengan mutasi ataupun rekombinan, menjadi biotipe cytopathogenic. Berbagai perkiraan mengenai prevalensi virus ini pada peternakan sapi di UK menduga bahwa lebih dari 85% kelompok sapi nasional secara endemis terinfeksi.

Gejala Klinis:
Gejala klinis yang berhubungan dengan infeksi virus BVD bervariasi secara luas tergantung pada masing-masing individu dan strain virus yang menginfeksi. Di Inggris, dalam kebanyakan kasus, ketika seekor hewan yang tidak bunting terinfeksi, penyakit yang muncul tidaklah parah dan muncul hanya dalam waktu yang singkat. Secara khas hewan yang terinfeksi mengalami kenaikan temperatur, diare dan penurunan produksi susu. Gejala ini pada umumnya hanya muncul beberapa hari dan seringkali tidak begitu tinggi sehingga tidak teramati. Yang lebih penting barangkali adalah periode immunosupresi yang mengikuti infeksi virus BVD. Ini memudahkan infeksi oleh pathogen lain yang menyebabkan insiden kejadian penyakit yang lebih tinggi, misalnya diare pada anak sapi atau radang paru paru (pneumonia) ataupun mastitis pada sapi perah.
Jika hewan yang terinfeksi adalah sapi bunting, selain efek infeksi pada induknya, efek infeksi terhadap fetus haruslah dipertimbangkan. Namun lagi-lagi, ini bervariasi tergantung pada strain virus yang menginfeksi dan, terutama, terhadap umur dari fetus. Pada hampir semua stadium kebuntingan, dan terutama selama trimester I dan II, infeksi pada fetus dapat kematian fetus. Ini mungkin dimanifestasikan sebagai kegagalan konsepsi, kematian embrio dini dengan estrus kembali yang tertunda, mumifikasi fetus ataupun abortus. Jika infeksi BVD tidak mengakibatkan kematian fetus, mungkin saja akan bertanggung jawab dalam menyebabkan berbagai abnormalitas fetus yang biasanya mempengaruhi CNS, terutama otak besar (cerebellum), dan mata. Hasil dari hal ini akan diturunkan pada anaknya dan menyebabkan antara lain kesulitan untuk berdiri serta menjaga keseimbangannya ataupun katarak lensa okular (ataupun keduanya). Jika infeksi fetus terjadi pada trimester I kebuntingan, sebelum pembentukan sistem imun fetus, kemungkinan lebih lanjutnya adalah anak sapi yang terinfeksi secara persisten (PI = Persistently Infected).
Hewan PI, seperti namanya, tetap terinfeksi dan infeksius dengan BVD untuk seumur hidup mereka. Sedemikian, mereka menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam suatu kelompok ternak yang terinfeksi secara endemis. Sering kali hewan ini dapat dengan mudah diidentifikasi. Mereka cenderung kecil, penampilan yang jelek, dan menjadi individu yang sakit-sakitan. Mereka mungkin, bagaimanapun, menjadi terlihat normal dan tidak dapat dibedakan dari hewan lainnya dengan umur dan breed yang sama. Semua hewan PI, dan hanya hewan PI, akan mati karena penyakit pada mucosal, biasanya pada umur antara enam bulan sampai dua tahun. Penyakit pada mucosal, bagaimanapun, terlihat dapat menginfeksi anak sapi pada umur beberapa minggu dan beberapa hewan PI dapat bertahan hidup dengan kesehatan yang nampaknya baik selama bertahun-tahun. Penyakit mucosal, ketika muncul, dikarakteristikkan oleh adanya ulserasi pada saluran gastrointestinal yang mengakibatkan diare, yang pada umumnya timbul sebagai suatu serangan yang cepat, yang tidak bisa diprediksi dan selalu fatal (Cutler, 2002).
Efek BVD-MD pada organ reproduksi sangat bervariasi :
(1) Veneral Infection sapi betina dan sapi dara dapat terinfeksi oleh sapi jantan yang menderita infeksi persisten melalui udara atau perkawinan alam. Hewn akan gagal untuk meningkatkan antibody terhadap virus dan menyebabkan rata-rata S/C menjadi 2,3.
(2) Transplacental Infection. Efek yang nyata pada organ reproduksi merupakan hasil dari infeksi secara transplacental. Jika sapi yang hamil terinfeksi oleh virus BVD-MD terdapat kemungkinan yang cukup besar bahwa fetus akan terinfeksi, hal ini dapat menyebabkan aborsi, kelahiran lemah dan fetus yang berukuran dibawah normal atau malformasi congenital, anak pedet yang sehat juga dapat dilahirkan (Arthur, 2001).

Patogenesis:
Walaupun BVD dapat menyebar diantara individu dengan immunocompetent sebagai suatu infeksi akut, hewan PI bertindak sebagai reservoir utama dan sumber utama infeksi. Mereka menyebarkan konsentrasi virus yang lebih tinggi dibanding hewan yang terinfeksi secara akut dan mereka tetap menyebarkan virus seumur hidup mereka. Biri-Biri juga perlu diwaspadai sebagai sumber infeksi yang potensial.
Hewan yang terinfeksi mengeluarkan (mengekskresikan) virus dalam berbagai sekresi cairan. Yang paling penting adalah penyebaran penyakit peroral serta leleran hidung. Penyebaran lewan fese relatif tidak penting dalam pathogenesis BVD. Virus BVD dapat juga ditularkan lewat semen dan transfer (Cutler,2002).
Infeksi oleh strain non cytopatic pada uterus selama 30-120 hari kebuntingan menyebabkan anak sapi yang dilahirkan mengalami infeksi virus secara persisten, pedet akan mengalami imunotoleran. Jika terjadi infeksi oleh strain cytopatic BVD dapat menyebabkan peningkatan penyakit mucosal disease. Hewan yang mengalami infeksi persisten akan menyebarkan virus selama hidupnya. Kejadian infeksi persisiten pada pedet (carier) memiliki perbandingan 1 kejadian untuk setiap 100-1000 kelahiran. Hewan yang mengalami infeksi persisten perlu mendapatkan perawatan yang khusus sehingga tidak mencemari lingkungan disekitarnya. Infeksi persisten pada sapi dapat ditularkan secara vertical melalui infeksi secara transplacental dari induk ke pedetnya. Hewan dengan infeksi persisten atau mengalami infeksi akut akan menyebarkan virus ini melalui leleran hidung, mata, saliva, urin dan feces.
Infeksi yang terjadi pada sapi dalam stadium kebuntingan dapat menyebabkan kematian fetus dini, aborsi, fetus yang mengalami abnormalitas pada sistim syaraf pusat dan system ocular. Infeksi pada trisemester kebuntingan akhir tidak mengakibatkan imunotoleran pada induk, tetapi dapat menyebabkan gangguan imunitas pada pedet yang dilahirkan.
Infeksi pada hewan dewasa tidak akan menyebabkan imunotoleran, gejala klinis yang menciri adalah adanya periode demam yang disertai leucopenia viremia yang berlangsung selama lebih dari 15 hari. Pada sekelompok hewan yang peka, akan ditemukan gejala diare dengan morbiditas yang tinggi tetapi rata-rata mortalitasnya rendah, leleran dari mata dan hidung dan ulcer di mulut. Pada sapi perah yang terinfeksi akan mengalami penurunan produksi. Virus bersifat imunosupresif, sehingga menyebabkan hospes menjadi rentan terhadap infeksi penyakit yang lain. Gejala klinis yang ringan dari penyakit ini akan menimbulkan efek yang besar pada fungsi reproduksi sejak timbulnya gejala berupa demam ringan dan adanya lesi pada mulut yang umumnya tidak terdeteksi.
Sapi jantan yang mengalami infeksi kronis/ persisten akan mengekskresiksn virus dalam semen yang dihasilkan. Pada pengamatan selanjutnya virus akan disebarkan setelah terjadi viremia, dimana glandula vesikuler dan prostate merupakan tempat virus ini melakukan replikasi.
Mucosal disease biasanya terlihat pada hewan muda (6-24 bulan). Penyakit ini dicirikan dengan adanya anorexia, diare berair, lelerahn hidung, ulcerasi pada mulut dan lameness. Tetapi efek pada hewan yang terinfeksi mortalitasnya tinggi.
Efek pada Performance Reproduksi
Efek dari virus BVD pada reproduksi tergantung pada stadium kebuntingan saat terjadi infeksi. Infeksi akut dengan salah satu biotipe, dapat berakibat fatal pada embrio/ fetus selama bulan pertama kebuntingan. Infeksi dapat mengakibatkan kematian dan penyerapan sebagian tubuh embrio. Satu-satunya gejala reproduksi yang timbul pada sapi betina adalah kembalinya estrus dengan interval yang normal atau diperpanjang. Rata-rata kebuntingan akan berkurang pada hewan yang terinfeksi.
Rata-rata kebuntingan yang rendah juga merupakan hasil dari inseminasi semen yang terkontaminasi oleh virus BVD, walaupun penularan dapat melalui udara dan perkawinan alami. Penelitian yang dilakukan inseminasi dengan menggunakan semen yang terkontaminasi virus, sapi dengan seronegatif memiliki rata-rata S/C pada IB yang pertama sebesar 22,2% sedangkan seropositif sebesar 78,6% (Virakula et al., 1993). Meskipun demikian Wintik et al (1989) menunjukan rata-rata kebuntingan yang normal pada sekelompok kecil sapi setelah dilakukan perkawinan dengan sapi jantan yang mengalami infeksi persisten.
Pada bulan ke 2-4 kebuntingan, infeksi dapat diikuti dengan aborsi, kematian dengan mumufikasi, penghambatan pertumbuhan, abnormalitas perkembangan CNS dan alopecia, beberapa sapi yang terinfeksi akan menyebabkan kematian pada pedet tetapi dapat juga menyebabkan infeksi persisten. Infeksi sebelum 128 hari penting untuk stadium carier pada pedet.
Pada usia kebuntingan 5-6 bulan, akan menyebabkan aborsi atau kelahian pedet dengan abnormalitas congenital pada CNS dan mata. Terdapat interval antara beberapa hari hingga 2 bulan diantara terjadinya infeksi virus hingga menyebabkan aborsi.
Infeksi pad afetus pada masa kebuntingan akhrir akan berperan penting dalam system imun pedet, sejak fetus dapat meningkatkan respon antibodinya terhadap mikroorganisme pada usia kebuntingan 5-6 bulan (Bolin, 1990). Walaupun demikian infeksi pada fetus dapat juga diikuti kelahiran premature, still birth atau pedet yang kurus dan abnormalitas kebuntingan (Arthur, 2001).

Diagnosis:
Sebagai tambahan pada gejala klinis dan postmortem dari infeksi BVD, berbagai metodologi laboratorium dapat membantu mendiagnosa penyakit ini. Ini meliputi demonstrasi antigen atau antibodi spesifik dalam darah atau susu serta isolasi virus dari jaringan.
Konfirmasi hasil diagnosa BVD pada kasus akut tergantung pada adanya demonstrasi seroconversion di dalam sampel serum. Konfirmasi BVD sebagai penyebab aborsi adalah lebih sulit. Demonstrasi seroconversion maternal maupun fetal serta isolasi virus dari jaringan fetus dapat menjadi bukti yang sempurna.
Dalam banyak kasus dimana pengujian laboratorium dilaksanakan, tujuannya tidaklah diagnostik tetapi lebih pada screening exercise untuk mengidentifikasi hewan PI sebagai bagian dari progam pengendalian penyakit. Dalam kondisi ini keakuratan hasil pengujian laboratorium adalah sangat penting. Walaupun sensitivitas (kepekaan) dan spesifitas (ketegasan) dari pengujian yang saat ini tersedia adalah baik, sensitivita dapat lebih ditingkatkan, dari segi biaya, dengan lebih dulu menguji untuk adanya seroconversion dan kemudian dengan pengujian lebih lanjut dari hewan yang seronegative ( hewan PI tidak menghasilkan antibodi dalam merespon baik infeksi ataupun vaksinasi) atau mempunyai titer antibodi yang rendah terhadap adanya vir Faktor konfonding, bagaimanapun, masih tetap ada. Adalah mungkin untuk hewan non-PI memiliki antibodi negative-antigen positif jika, kebetulan, pengambilan sampel dilakukan pada fase infeksi akut. Juga memungkinkan untuk hewan PI memilki antibodi positif. Biasanya ini terjadi sebagai hasil transfer pasif antibodi dalam kolostrum dari induk non-PI kepada anak sapi PI nya segera setelah . Antibodi maternal ini akan menurun pada saat anak sapi itu berumur sekitar 4 bulan dan akan kembali menjadi antibodi negatif-antigen positif.us BVD. Adakalanya, bagaimanapun, seekor hewan PI akan menghasilkan antibodi spesifik BVD dengan sendirinya yang mana, walaupun jarang, adalah suatu kemungkinan yang harusnya tidak dilewatkan. Suatu kemungkinan yang serupa namun jarang adalah hewan PI non-viraemic. Barangkali, bagaimanapun, alasan yang paling umum dari kegagalan untuk mengidentifikasi hewan PI adalah kegagalan untuk mengetahui status dari fetus ketika menguji hewan yang bunting. Haruslah aman untuk berasumsi bahwa induk dengan antibodi negative-antigen negatif akan menghasilkan anak sapi non-PI (tergantung pada stadium kebuntingan saat sampel yang akan diuji dikumpulkan dan kemungkinan dari sapi betina tersebut menjadi terinfeksi setelah diambil sebagai sampel). Juga suatu hal yang biasa bahwa induk PI akan menghasilkan keturunan yang juga PI. Status dari anak sapi yang dilahirkan oleh induk dengan antibodi positif-antigen negatif, bagaimanapun, bervariasi dan akan tergantung pada stadium kebuntingan saat induk tersebut terinfeksi. Jika induk terinfeksi sebelum konsepsi anaknya haruslah antibody negatif-antigen negatif. Jika infeksi terjadi selama stadium akhir kebuntingan anaknya haruslah antibody positif-antigen negatif. Jika, bagaimanapun, induk terinfeksi selama kebuntingan awal mungkin, atau bahkan mungkin tergantung pada waktu yang tepat terjadinya infeksi, anaknya akan terinfeksi BVD secara persisten. Dalam rangka menentukan dengan derajat ketelitian berapapun apakah ini adalah atau bukanlah kasus, sampale dikoleksi dari anak sapi baik sebelum menyusu kolostrum apapun maupun sekali ketika mencapai usia 6 bulan perlu untuk diuji (Cutler, 2002).
Diagnosis dapat dilihat dari gejala klinis yang terlihat. Fetus yang dikeluarkan juga akan menujukan lesi yang menciri pada kasus ini. Virus dapat di isolasi dari fetus, yaitu pada jaringan limfoit seperti lien. Identifikasi monocytocemical protein virus BVD pada jaringan fetus, khususnya ginjal, paru-paru atau jaringan limfoid kadang-kadang dapat terdeteksi. Kenaikan substansi neutralizing antibody pada sekelompok ternak yang mengalami aborsi dan menunjukan antibodi dalam serum pada pedet yang baru saja dilahirkan atau cairan thorak fetus yang diaborsikan dapat digunakan sebagai bahan diagnosis infeksi. Pad kasus pedet yang dapat dilahirkan, serum harus diambil setelah pedet mengkonsumsi colostrum (Arthur, 2001).

Managemen:
Berbagai pilihan dapat dilakukan untuk manajemen BVD sekali ketika infeksi dalam suatu kelompok ternak telah ditetapkan. Ada pilihan untuk tidak melakukan apapun. Pengembangan imunitas alami adalah, bagaimanapun, tak dapat diprediksi dan jika pilihan ini dipilih secara berkelanjutan maka seringkali kerugian yang tidak diketahui akan berlanjut. Ini juga merupakan suatu kasus jika seekor hewan PI digunakan untuk 'memvaksinasi' sapi lainnya.
Dalam tahun-tahun terakhir ini pengembangan dari vaksin yang efektif dan aman yang memberikan fetus perlindungan sebaik perlindungan maternal telah memberikan pilihan untuk mengontrol BVD melalui vaksin. Ini pada umumnya memberi hewan yang tidak divaksin sebanyak 2 dosis inisial vaksin. Hewan yang sebelmunya telah divaksin haruslah menerima dosis booster vaksin tunggal setiap tahunnya. Pada situasi yang ideal kebijakan memvaksinasi seluruh kelompok akan diterapkan walaupun strategi vaksinasi dari, contohnya, semua hewan ternak pengganti sebelum memasuki kelompok bisa berguna dalam situasi tertentu.
Adalah mungkin, mengumpamakan status kumpulan yang tertutup dengan biosekuriti yang sempurna, untuk mengeradikasi BVD dari kelompok. Pusat pemberantasan dari penyakit adalah identifikasi dan mengeluarkan semua hewan PI. Pemberantasan BVD dari kelompok dengan mengidentifikasi dan mengeluarkan hewan PI akan, bagaimanapun, memerlukan periode waktu yang bervariasi dan perlu dipertimbangkan, tergantung pada besarnya kelompok, karena lambatnya re-sirkulasi dari infeksi akut diantara individu peka di dalam kelompok. Re-sirkulasi bisa, bagaimanapun, dihentikan oleh vaksinasi dan demikianlah 'standar emas' dalam pengendalian dan pemberantasan BVD adalah dengan mengkombinasi identifikasi dan pengeluaran semua hewan PI dengan vaksinasi seluruh kelompok.
Mengikuti pemberantasan BVD dari suatu kelompok pertimbangan yang hati-hati harus ditekankan pada tindakan pencegahan melalui biosekuriti yang diarahkan pada pencegahan pengenalan kembali dari virus dan kebutuhan akan melanjutkan vaksinasi sebelum strategi managemen di masa yang akan datang digambarkan.
Virus BVD biasanya terbawa ke peternakan oleh pembawa (carrier). Virus BVD juga dapat terbawa ke sebuah peternakan oleh sebuah binatang yang bukan merupakan pembawa tetapi telah terinfeksi secara langsung oleh virus. Binatang ini tidak memiliki kesempatan untuk menjadi sakit atau mungkin tidak sakit tetapi akan akan menularkan virus ke ternak lain yang mereka kontak secara langsung. Pembawa adalah ternak yang telah terinfeksi oleh virus BVD sebelum mereka lahir. Mereka telah terinfeksi pada awal 125 sampai 150 harus dari kehamilan untuk lahir sebagai seekor pembawa. Ternak ini tidak terlihat sakit ketika mereka lahir tetapi telah memiliki virus BVD di dalam darah, ingus hidung, air liur, kotoran dan air seni mereka. Pembawa ini dapat hidup untuk beberapa tahun tanpa sakit dari virus BVD tetapi sebagian besar mati karena penyakit selaput lendir (mucosal) sebelum mereka berusia dua tahun. Pembawa adalah hal yang penting karena mereka menyebarkan virus kepada ternak yang lainnya. Cara lain untuk menggambarkan pembawa ini adalah mengatakan bahwa mereka telah terinfeksi terus menerus.
Sapi-sapi dengan masa kehamilan 5 bulan, ketika mereka terinfeksi dengan virus BVD akan dapat membuat anaknya menjadi carrier. Jika anak-anak sapi carrier tersebut ada di dalam suatu peternakan, hal ini akan menjadi masalah yang cukup rumit. Pemilik dapat menguji sapi-sapi tersebut ketika terjadi kelahiran dan dapat segera menandai sapi-sapi yang carrier.
Uji yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan darah. Diharapkan agar pemeriksaan pengujian dilakukan pada saat semua kelahiran anak sapi sekitar 3 bulan pada saat terlihatnya hewan pertama yang sakit dari BVD. Dan kita arus melanjutkan pengujian terhadap semua anak sapi sampai 9 bulan setelah terlihatnya hewan terakhir yang sakit pada peternakan oleh virus BVD.
Tidak ada cara untuk “perawatan” dari seekor hewan carier. Sapi yang carier ketika melahirkan akan menghasilkan anak yang akan carier juga. Jika kita menemukan sapi yang carier maka hal yang harus dilakukan adalah dengan memusnahkannya. Dan kita tidak dapat menjualnya.
Sekali virus BVD datang ke peternakan, hal ini biasanya disebarkan oleh kontak diantara ternak. Secara umum, ternak harus cukup tertutup untuk melakukan kontak dari mulut ke mulut untuk menyebarkan virus. Karena virus ini berada di ingus hidung dan air liur, barang-barang seperti embar makanan yang tidak tercuci atau puting dapat juga menyebarkan virus. BVD juga muncul di air seni dan kotoran pada anak sapi yang terinfeksi dan mungkin juga menyebabkan penyebaran virus ini (Cutler, 2002).

Hal- Hal yang dapat dilakukan pada kejadian BVD-MD

Setelah adanya perjangkitan dari BVD, pemilik harus waspada dan meyakinkan bahwa BVD tidak akan menjadi suatu masalah yang kronis dalam suatu peternakan. Ada beberapa poin yang harus pemilik ketahui :
Vaksinasi. Program vaksinasi adalah pertahanan yang terbaik yang dapat pemilik lakukan terhadap BVD. Sapi yang telah terjangkiti BVD tidak mempunyai imunitas yang dapat bertahan lama. Jadi hal ini sangat penting untuk dilakukan terhadap semua sapi. Anak sapi dan sapi yang belum divaksinasi sebelumnya, akan membutuhkan vaksinasi ganda pertama kali mereka divaksin dengan killed vaksin.
Menjual sapi dari peternakan. Tidak ada peraturan yang melarang pemilik untuk menjual sapi selama masa perjangkitan dari BVD. Untuk mencegah penyebaran dari BVD ke peternakan lainnya, kita merekomendasikan bahwa tidak ada sapi yang akan dijual selama pemusnahan dari sapi tersebut dan sedikitnya 3 minggu setelah hewan yang terakhir terlihat terjangkiti. Kita juga dapat memberikan informasi kepada calon pembeli terhadap perjangkitan BVD ini. Jika pemilik akan menjual sapi, atau sapi yang sedang bunting selama perjangkitan, maka berilah penjelasan kepada pembeli untuk memeriksakan sapi tersebut jika anak-anak sapi tadi terlahir untuk melihat jika mereka menjadi carrier terhadap BVD. Jika anak sapi tersebut carrier, maka haruslah dimusnahkan.
Pengguguran setelah perjangkitan BVD. Pemilik yang telah mengalami perjangkitan dari BVD diharapkan dapat melakukan pengguguran beberapa minggu setelah hewan yang terakhir terlihat sakit. Virus BVD dapat menyebabkan aborsi dari membunuh fetus ketika masa kebuntingan sapi yang terinfeksi. Janin tidak dikeluarkan seketika itu setelah ia mati. Pengeluaran itu akan membutuhkan beberapa minggu sebelum pengguguran terjadi (Anonim, 2001).

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengontrol penyebaran BVD-MD dalam suatu peternakan :
Hewan diisolasi jika ada gejala-gejala dari BVD dan juga hewan lain yang kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi tadi. Cara ini akan membantu menghambat penyebaran virus ini ke ternak lain. Ternak terakhir yang terinfeksi harus selalu dikontrol. Sapi-sapi bunting dan sapi dara harus selalu dikontrol agar tidak ikut terinfeksi virus ini. Menjaga kebersihan dan melakukan sanitasi dapat juga mencegah penyebaran penyakit ini (Anonim, 2001).

Sanitasi apa yang dapat digunakan untuk mengatasi BVD :
Virus BVD dapat dibunuh oleh desinfektan. Membersihkan secara rutin dan desinfeksi akan membunuh virus BVD. Sanitasi dapat dikombinasikan dengan cara “all-in, all-out” untuk membasmi BVD di kandang. Ada beberapa virus yang terbawa ke dalam peternakan oleh sapi-sapi, sapi yang carier ataupun sapi yang sudah terinfeksi (Anonim, 2001).



Sifat BVD dalam hubunganyya dengan manusia dan hewan lain :
Virus BVD tidak dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Virus BVD dapat menginfeksi hewan lain seperti domba dan hewan ruminansia liar termasuk rusa ekor putih dan bison (Anonim, 2001).

Cara melindungi peternakan dari BVD antara lain adalah :
Cara yang efektif meningkatkan keresistenan peternakan terhadap BVD dan mengurangi resiko peternakan terinfeksi BVD adalah dengan cara:
1. Mencegah penyebaran dari hewan yang terinfeksi
 Hanya membawa masuk hewan-hewan dari peternakan yang tidak terinefksi BVD.
 Hanya membawa hewan dari peternakan yang punya program vaksinasi yang efektif.
 Menghindari pembelian hewan-hewan dari kandang –kandang penjualan.
 Pengujian hewan baru untuk infeksi persisten.
 Pengisolasian hewan baru selama ± 30 hari sebelum diijinkan untuk kontak dengan ternak di dalam peternakan.
2. Meningkatkan keresistenan dari peternakan terhadap BVD dengan cara:
 Memberi vaksin secara langsung oleh dokter hewan dan label produknya.
 Ternak/ sapi yang aru lahir diberi mengkonsumsi kolostrum secara maksimum.
 Kurangi stress pada sapi yang bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit lain, kekurangan nutrisi, ketidaknyamanan tempat tinggalnya dan kualitas air yang jelek.
3. Mengurangi penyebaran BVD
 Cegah kontaminasi pupuk kandang terhadap bulu, makanan dan air.
 Tempat tinggal bayi sapi dibuat sendiri-sendiri.
 Isolasi hewan sakit.
Vaksinasi untuk BV merupakan komponen penting dari sebuah program pencegahan BVD (Anonim, 2001).

Perlindungan yang dapat diperoleh dari vaksin BVD :
Vaksinasi tidak memberikan perlindungan yang sempurna terhadap BVD.Vaksinasi akan melindungi kebanyakan ternak dari sakit tetapi beberapa vaksin ternak dapat menyebabkan sakit. Ketika ternak-ternak itu sakit, vaksin mulai hadir untuk melindungi mereka dari penyakit-penyakit yang dapat mematikan mereka.
Vaksinasi memberikan beberapa perlindungan terhadap infeksi pada fetus pada ternak bunting. Ternak bunting bisa mengalami abortus jika mereka divaksin tetapi kelihatan bahwa vaksinansi dapat mengurangi jumlah ternak yang akan abortus.
Meskipun anda telah memvaksin ternak anda, namun anda tetap harus tetap membawa ternak baru untuk dimasukkan ke dalam suatu peternakan. Pastikan hewan-hewan ternak yang baru dibeli tersebut telah divaksin sebelum masuk ke peternakan. Ternak yang telah divaksin akan resisten terhadap BVD, tetapi masih memungkinkan untuk dapat terjangkit BVD untuk waktu yang singkat (sekitar beberapa hari hingga beberapa minggu) dan bisa juga menularkan penyakit ini pada ternak yang lain. Hal ini berarti meskipun ternak tersebut telah divaksin, masih tetap dapat membawa virus BVD (atau penyakit lain) ke dalam kawanan ternak.
Sangatlah baik bila mengkarantina terlebih dahulu ternak-ternak yang baru dengan memisahkan terlebih dahulu dari ternak yang lain selama 3 minggu. Untuk menghindari penyebaran BVD, kandang untuk karantina sebaiknya tidak terjangkau oleh kawanan ternak yang lama. Ternak yang lama dan yang baru tersebut sebaiknya tidak berbagi minum ataupun makanan. Hati-hatilah agar kotoran tidak tersebar dari kandang ke kandang, melalui tempat makanan atau minuman ataupun garpu untuk memindahkan kotoran.
Setelah penyebaran BVD, virus tersebut dapat berlanjut dan menyebabkan masalah penyakit. Untuk mencegah berlanjutnya penyebaran BVD, disarankan agar dilakukan program vaksinasi. Peternak harus memastikan bahwa anak sapi yang baru saja lahir setelah penyebaran penyakit tersebut bukanlah carrier yang dapat menyebarkan BVD ke dalam kawanan ternak. Peternak juga harus memperhatikan saat menjual ataupun membeli ternak (anonim, 2001).

1 komentar:

Gemini mengatakan...

bisa minta sumber aselinya darimana mbak?